BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Di jaman sekarang khususnya di Indonesia banyak sekali peusahaan
yang menawar kan jasa asuransi, tentu hal ini sangat menarik minat masyarakat
terlebih lagi banyak kebutuhan yang harus di penuhi seperti halnya pendidikan,
kesehatan, bahkan samapai jiwa juga bisa di asuransikan semua itu akan bisa
terpenuhi dengan hanya memiliki asuransi. Terlepas semua itu , masyarakat di
Indonesia yang mayoritas agama islam sebagian besar belum mengetahui bagai mana
hokum asuransi menurut islam sendiri.
Dan terlepas dari itu manusia akan
selalu khawatir apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang entah itu dalam
kemunduran dalam segi ekonomi (Gulung tikar) dan siapa yang akan menjamin atau
membiayai pendidikannya apabila terjadi dalam kemunduran ekonominya juga tidak
tahu kapan ajal mereka akan datang untuk mengantisipasi hal tersebut asuransi
yang paling tepat yang di butuh kan oleh manusia di jaman era globalisasi
seperti ini, dengan begitu maka apa yang mereka khawatirkan akan terjamin oleh
asuransi.
Bagai mana cara mekanisme aturan
asuransi tersebut, dan apa saja jenis-jenis asuransi dan paling terpenting,
bagai mana hokum asusransi sendiri menurut islam yang akan di terangkan di
dalam makalah ini.
2.
Rumusan Masalah
A.
Apa
pengertian asuransi
B.
Apa
saja jenis – jenis asuransi
C.
Bagaimana
hukum asuransi menurut pandangan islam
3.
Tujuan Penulisan
A. Untuk mengetahui pengertian asuransi
B. Untuk memahami asuransi menurut pandangan islam
C. Untuk mengetahui hokum asuransi menurut syari`at islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Asuransi
Dalam Ensiklopedi Indonesia sebagaimana yang
dikutip oleh oleh hasan, disebutkan bahwa asuransi adalah jaminan atau
pertangungan yang diberikan oleh penanggung (biasanya oleh kantor asuransi)
kepada yang bertanggung resiko kerugian sebagai yang di tetapkan dalam surat
perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan dan sebagainya
atau pun kehilangan jiwa (kematian) atau kecelakaan lainnya, dengan yang
bertanggung membayar premi sebanyak yang telah ditentukan kepada penanggung
tiap - tiap bulan.[1]
Menurut pasal 246 kitab undang –
undang Hukum Dagang (KUHD), bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu perjanjian
yang dengan perjanjian tersebut penanggung mengikatkan diri kepada seseorang
tertanggung untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugia,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya
karena ada suatu peristiwa yang tidak tertentu[2].
Jadi pada hakikatnya asuransi adalah perjanjian perhutangan.[3]
Dari definisi diatas dapat dipahami
bahwa asuransi memiliki tiga unsur, yaitu (1) Pihak tertanggung yang membayar
uang premi kepada pihak penanggung, (2) pihak penanggung yang berjanji akan
membayar sejumlah uang kepada pihak yang tertanggung, dan (3) suatu peristiwa
yang semula belum jelas akan terjadi.
B.
Jenis – jenis asuransi
1.
Asuransi
Beasiswa
Asuransi Beasiswa mempunyai dasar dwiguna. Pertama, jangka pertanggungan
dapat 5-20 tahun, disesuaikan dengan usia dan rencana sekolah anak. Kedua, jika
ayah (tertanggung) meninggal dunia sebelum habis kontrak, pertanggung menjadi
bebas premi sampai habis kontrak polisnya. Tetapi jika anak yang ditunjuk
meninggal, maka alternatifnya ialah mengganti dengan anak lainnya, mengubah
kontrak kepada bentuk lainnya, menerima uangnya secara tunai, bila polisnya
telah berjalan tiga tahun lebih, atau membatal perjanjian ( sebelum tiga tahun
belum ada harga tunai). Pembayaran beasiswa dimulai, bila kontrak sudah habis.[4]
2.
Asuransi
Dwiguna
Asuransi dwiguna dapat diambil dalam
jangka 10-15-25-30 tahun dan mempunyai dua guna :
a.
Perlindungan
bagi keluarga, bilamana tertanggung meninggal dunia dalam jangka waktu
pertanggungan.
b.
Tabungan
bagi tertanggung, bilamana tertanggung tetap hidup pada akhir jangka
pertanggungan[5]
3.
Asuransi
Niaga
Asuransi Niaga terkait erat dengan
bahaya-bahaya atau resiko-resiko yang muncul akibat menjalankan aktivitas
perdangan, terutamaangkutan barang dan sejenisnya dari satu tempat ke tempat
lain, meliputi :
a.
Asuransi
laut; jaminan atas barang, kapal, berikut awak kapal dan penumpang nya dari
resiko tengelam, kebakaran, perampokan, dan kejadian-kejadian luar biasa pada
transportasi via laut.
b.
Asuransi
darat; jaminan atas barang dan orang (awak/ penumpang) dari segala resiko
bahaya yang mungkin terjadi dalam proses pengangkutan dan transportasi dari
suatu tempat ketempat lain melalui darat.
c.
Asuransi
udara; jaminan atas barang dan orang dari segala resiko dan bahaya yang mungkin
terjadi sewaktu proses pengangkutan dan transportasi dari satu tempat ke tempat
lain melalui jalan udara.
4.
Asuransi
Jiwa
Asuransi
ini berkaitan dengan marabahaya resiko yang dapat menimpa seseorang, seperti
luka-luka akibat kecelakaan, sakit, meningal, atau pension. Dan diantara model
asuransi jiwa yang paling penting adalah sebagai berikut.
a.
Asuransi
hidup
b.
Asuransi
kecelakaan
c.
Asuransi
sosial
d.
Asuransi
sakit
5.
Asuransi
marabahaya yang menimpa harta benda
a.
Asuransi
dari kebakaran, pencurian, dan pengrusakan/pemusnahan
b.
Jaminan
asuransi dari tanggung jawab sipil, pekerjaan dan kecelakaan kerja.
c.
Jaminan
asuransi dari kemacetan pembayaran
6.
Asuransi
investasi
Asuransi ini berlandaskan pada
system pemberian sejumlah dana untuk investasi bersama oleh sejumlah orang atau
perusahaan, kemudian sebagian modal dan labanya diberikan kepada pihak yang
mengalami kerugian, sementara sisanya dikembalikan kepada mereka ketika telah
mencapai jangaka tertentu.
Dengan demikian, ini menggabungkan
system investasi dan asuransi.[6]
C.
Hukum Asuransi menurut pandangan islam
Kehidupan manusia selalu di
kepung oleh rasa takut akan ancaman bahaya dan hysteria. Manusia akan selalu
takut akan kegelisahan kehilangan harta benda, takut akan tidak sanggup akan
sandang pangannya, takut akan kegelisahan akan rezeki dan ajal nya. Untuk itu
mereka membentengi diri mereka dengan asuransi terlepas bagaimana hukumnya
menurut syari`at islam yang nanti akan di jelaskan di makalah ini. Padahal
Allah telah menjamin rezeki semua makhluknya, Allah berfirman :
فَقُلْنَا
يَأدَمَ إِنَّ هَذَا عَدُوٌّلَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يَخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ
فَتَشْقَى ( 117 ) إِنَّ لَكَ أَلَّا تَجُوعَ
فِيْهَا وَلَا تَعْرَى (118) وَأَنَّكَ لَا
تَظْمَؤُا فِيْهَا وَلَا تَضْحَى (119 )
Maka Kami berkata: “Hai Adam,
sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka
sekali-sekali janganlah samapai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang
menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan didalamnya
dan tidak akan telanjang. Dan sesunguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan
tidak (pula) ditimpa panas matahari di dalamnya.(QS. Thaha 117-119)
Allah swt pun juga menjelaskan
bagaimana sebaiknya berlindung diri dari marabahaya ini dan lainya. Yaitu
dengan keimanan yang tulus kepada Allah swt.
Allah berfirman :
الَّذِيْنَ
امَنُوْا وَلَمْ يَلْبِسُوْا إِيْمَنُهُمْ بِظُلْمٍ أُولِئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ
وَهُمْ مُهْتدُوْنَ ( 82)
Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampur adukan iman mereka dengan kezaliman (syirik) mereka itulah
orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk.(QS. Al-an`am:82)
Ayat diatas menujukan bahwa
Allah telah memberikan perlindungan dan keamanan bagi setiap hambanya, jadi
manusia tidak perlu khawatir karna Allah tidak mungkin menelantarkan
makhluknya.
Adapun bagaimana hukum asuransi
menurut pandangan ulama islam adalah, para ulama membagi asuransi atas individu
dan asuransi atas benda. Kadang-kadang terdaapat terdapat asuransi yang lain
yang di sebut asuransi pertanggung jawaban, dan hal ini dengan sendirinya
merupakan masalah fiqh. Asuransi atas benda adalah seperti asuransi atas
kendaraan, asuransi atas barang-barang dagangan, asuransi kebakaran dan
sebagainya. Apabila jangka waktu asuransi ini tertentu maka tidak masalah.[7]
Demikian pula dalam sebagian asuransi atas individu, seperti auransi kesehatan
dengan terbatasnya jangka waktu adalah tidak masalah.[8]
Di kalangan ulama dan
cendekiawan muslim ada empat pendapat tentang hokum asuransi, yaitu :
1.
Pendapat
pertama: mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini,
termasuk asuransi jiwa.
2.
Pendapat
kedua: membolehkan semua asuransi dalam prakteknya sekarang ini
3.
Pendapat
ketiga: membolehkan asuransi yang bersifat social dan mengharamkan asuransi
yang semata-mata bersifat komersial
4.
Pendapat
keempat: menganggap subhat
Pendapat pertama didukung
antara lain oleh syid sabiq, Abdullah al-qalqili, Muhammad Yusuf al-Qardhawi,
dan Muhammad Bakhit al-muth`i.[9]
Akasan mereka adalah :
(1)
Asuransi
pada hakekatnya sama atau serupa dengan judi(2) Mengandung unsure tidak jelas
dan tidak pasti (3) Mengandung unsure riba/rente (4) Mengandung unsure
exsploitasi, karena pemegang polis kalau tidak bisa melanjutkan pembayaran
preminya, bisa hilang atau di kurangi uang premi yang telah dibayarkan.(5)
Premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang polis diputar dalam bentuk
riba (6) Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar
mata uang tidak dengan tunai (7) Hidup dan mati manusia dijadikan obyekbisnis,
yang artinya mendahului takdir tuhan yang maha kuasa.
Pendukung pendapat kedua antara lain Abdul
Wahab khallaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa, Abdurahman Isa.[10] Mereka memperbolehkan Asuransi termasuk
asuransi jiwa alasannya adalah :
(1)
Tidak
ada nash al-Qur`an dan hadis yang melarang asuransi (2) Ada kesepakatan atau
kerelaan kedua belah pihak (3) Saling menguntungkan kedua belah pihak. (4)
Mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul bisa
diinvestasikan untuk proyek-proyek produktif dan pembangunan (5) Asuransi
termasuk akad mudharabah, artinya akad kerja sama bagi hasil antara
pemegang polis dengan pihak perusahaan asuransi yang memutar modal atas dasar profit
and lost sharing (6) Asuransi termasuk koperasi (7) Diqiyaskan dengan
pension, seperti taspen.
Sedangkan pendukung pendapat ketiga,
antara lain ialah Muhammad Abu Zahrah. Alasan mereka membolehkan asuransi yang
bersifat social pada garis besarnya sama dengan alasan kedua, sedangkan alasan
yang mengharamkan bersifat komersial pada garis besarnya sama dengan alsan
pendapat pertama[11].
Adapun pendapat keempat yang
menganggap asuransi syubhat, krena tidak ada dalil-dalil syar`i yang
secara jelas menharamkan dan menghalalkan asuransi.
Dan dapat kita simpulkan bahwa
pendapat hukum asuransi adalah khilafah diantara para ulama[12],ada
yang pro dan kontra. Seyogyanya bagi masyarakat dituntut harus jelih memilih
dari pendapat diatas mana yang paling kuat argumen dalil-dalilnya
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Asuransi adalah jaminan atau
pertangungan yang diberikan oleh penanggung (biasanya oleh kantor asuransi)
kepada yang bertanggung resiko kerugian sebagai yang di tetapkan dalam surat
perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan dan sebagainya
atau pun kehilangan jiwa (kematian) atau kecelakaan lainnya, dengan yang
bertanggung membayar premi sebanyak yang telah ditentukan kepada penanggung
tiap - tiap bulan.
Macam-macam asuransi sangat beragam
sekali mulai dari asuransi beasiswa, asuransi dwiguna, asuransi niaga,
asuransi, asuransi jiwa, asuransi mara bahaya yang menimpa harta benda,
asuransi investasi.
Hukum asuransi dikalangan para ulam
adala khilafah, masih pro dan kontra masyrakat dituntut lebih pintar memilih
pendapat mana yang paling kuat argumen dalil-dalilnya.
DAFTAR PUSTAKA
M. Hasan, Ali, 2003 Masail fiqhiyah: Zakat pajak Asuransi dan
Lembaga Kuangan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
M. Suparman & Endang, 1993, Hukum Asuransi, Bandung:
Alumni
Fachruddin Fuad mohd, tt, Riba dalam Bank—Koperasi Persoalan dan
Asumsi, Bandung: al- Ma`arif
Aibak, kutbuddin, 2009, Kajan fiqh konteporer, Yogyakarta:
Teras
Syatah, Husain Husain,2006 Asuransi dalam Perspektif Syariah,
Jakarta: Amzah
[1] M.Ali
Hasan,masail
fiqhiyah: zakat pajak, Asuransi dan lembaga keuangan, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada,2003),h .95.
[2]
M.Suparman & Endang, Hukum Asuransi, (Bandung : Alumni, 1993), h.
[3] Fuad
Mohd Fachruddin, Riba Dalam Bank – Koperasi,
Persoalan dan asumsi ( Bandung : Al – Ma`rif, t.t),h. 198
[5]
Ibid
[7]
Kutbuddin Aibak, Op. cit., h.178
[9]
Kutbuddin Aibak, Op. cit., h.179
[10]
Menurut Masifuk Zuhdi (dalam Kutbuddin Aibak,2009,180)
[11]
Kutbuddin Aibak, Op. cit., h.181
[12]
Kutbuddin Aibak, Op. cit., h.182
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Di jaman sekarang khususnya di Indonesia banyak sekali peusahaan
yang menawar kan jasa asuransi, tentu hal ini sangat menarik minat masyarakat
terlebih lagi banyak kebutuhan yang harus di penuhi seperti halnya pendidikan,
kesehatan, bahkan samapai jiwa juga bisa di asuransikan semua itu akan bisa
terpenuhi dengan hanya memiliki asuransi. Terlepas semua itu , masyarakat di
Indonesia yang mayoritas agama islam sebagian besar belum mengetahui bagai mana
hokum asuransi menurut islam sendiri.
Dan terlepas dari itu manusia akan
selalu khawatir apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang entah itu dalam
kemunduran dalam segi ekonomi (Gulung tikar) dan siapa yang akan menjamin atau
membiayai pendidikannya apabila terjadi dalam kemunduran ekonominya juga tidak
tahu kapan ajal mereka akan datang untuk mengantisipasi hal tersebut asuransi
yang paling tepat yang di butuh kan oleh manusia di jaman era globalisasi
seperti ini, dengan begitu maka apa yang mereka khawatirkan akan terjamin oleh
asuransi.
Bagai mana cara mekanisme aturan
asuransi tersebut, dan apa saja jenis-jenis asuransi dan paling terpenting,
bagai mana hokum asusransi sendiri menurut islam yang akan di terangkan di
dalam makalah ini.
2.
Rumusan Masalah
A.
Apa
pengertian asuransi
B.
Apa
saja jenis – jenis asuransi
C.
Bagaimana
hukum asuransi menurut pandangan islam
3.
Tujuan Penulisan
A. Untuk mengetahui pengertian asuransi
B. Untuk memahami asuransi menurut pandangan islam
C. Untuk mengetahui hokum asuransi menurut syari`at islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Asuransi
Dalam Ensiklopedi Indonesia sebagaimana yang
dikutip oleh oleh hasan, disebutkan bahwa asuransi adalah jaminan atau
pertangungan yang diberikan oleh penanggung (biasanya oleh kantor asuransi)
kepada yang bertanggung resiko kerugian sebagai yang di tetapkan dalam surat
perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan dan sebagainya
atau pun kehilangan jiwa (kematian) atau kecelakaan lainnya, dengan yang
bertanggung membayar premi sebanyak yang telah ditentukan kepada penanggung
tiap - tiap bulan.[1]
Menurut pasal 246 kitab undang –
undang Hukum Dagang (KUHD), bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu perjanjian
yang dengan perjanjian tersebut penanggung mengikatkan diri kepada seseorang
tertanggung untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugia,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya
karena ada suatu peristiwa yang tidak tertentu[2].
Jadi pada hakikatnya asuransi adalah perjanjian perhutangan.[3]
Dari definisi diatas dapat dipahami
bahwa asuransi memiliki tiga unsur, yaitu (1) Pihak tertanggung yang membayar
uang premi kepada pihak penanggung, (2) pihak penanggung yang berjanji akan
membayar sejumlah uang kepada pihak yang tertanggung, dan (3) suatu peristiwa
yang semula belum jelas akan terjadi.
B.
Jenis – jenis asuransi
1.
Asuransi
Beasiswa
Asuransi Beasiswa mempunyai dasar dwiguna. Pertama, jangka pertanggungan
dapat 5-20 tahun, disesuaikan dengan usia dan rencana sekolah anak. Kedua, jika
ayah (tertanggung) meninggal dunia sebelum habis kontrak, pertanggung menjadi
bebas premi sampai habis kontrak polisnya. Tetapi jika anak yang ditunjuk
meninggal, maka alternatifnya ialah mengganti dengan anak lainnya, mengubah
kontrak kepada bentuk lainnya, menerima uangnya secara tunai, bila polisnya
telah berjalan tiga tahun lebih, atau membatal perjanjian ( sebelum tiga tahun
belum ada harga tunai). Pembayaran beasiswa dimulai, bila kontrak sudah habis.[4]
2.
Asuransi
Dwiguna
Asuransi dwiguna dapat diambil dalam
jangka 10-15-25-30 tahun dan mempunyai dua guna :
a.
Perlindungan
bagi keluarga, bilamana tertanggung meninggal dunia dalam jangka waktu
pertanggungan.
b.
Tabungan
bagi tertanggung, bilamana tertanggung tetap hidup pada akhir jangka
pertanggungan[5]
3.
Asuransi
Niaga
Asuransi Niaga terkait erat dengan
bahaya-bahaya atau resiko-resiko yang muncul akibat menjalankan aktivitas
perdangan, terutamaangkutan barang dan sejenisnya dari satu tempat ke tempat
lain, meliputi :
a.
Asuransi
laut; jaminan atas barang, kapal, berikut awak kapal dan penumpang nya dari
resiko tengelam, kebakaran, perampokan, dan kejadian-kejadian luar biasa pada
transportasi via laut.
b.
Asuransi
darat; jaminan atas barang dan orang (awak/ penumpang) dari segala resiko
bahaya yang mungkin terjadi dalam proses pengangkutan dan transportasi dari
suatu tempat ketempat lain melalui darat.
c.
Asuransi
udara; jaminan atas barang dan orang dari segala resiko dan bahaya yang mungkin
terjadi sewaktu proses pengangkutan dan transportasi dari satu tempat ke tempat
lain melalui jalan udara.
4.
Asuransi
Jiwa
Asuransi
ini berkaitan dengan marabahaya resiko yang dapat menimpa seseorang, seperti
luka-luka akibat kecelakaan, sakit, meningal, atau pension. Dan diantara model
asuransi jiwa yang paling penting adalah sebagai berikut.
a.
Asuransi
hidup
b.
Asuransi
kecelakaan
c.
Asuransi
sosial
d.
Asuransi
sakit
5.
Asuransi
marabahaya yang menimpa harta benda
a.
Asuransi
dari kebakaran, pencurian, dan pengrusakan/pemusnahan
b.
Jaminan
asuransi dari tanggung jawab sipil, pekerjaan dan kecelakaan kerja.
c.
Jaminan
asuransi dari kemacetan pembayaran
6.
Asuransi
investasi
Asuransi ini berlandaskan pada
system pemberian sejumlah dana untuk investasi bersama oleh sejumlah orang atau
perusahaan, kemudian sebagian modal dan labanya diberikan kepada pihak yang
mengalami kerugian, sementara sisanya dikembalikan kepada mereka ketika telah
mencapai jangaka tertentu.
Dengan demikian, ini menggabungkan
system investasi dan asuransi.[6]
C.
Hukum Asuransi menurut pandangan islam
Kehidupan manusia selalu di
kepung oleh rasa takut akan ancaman bahaya dan hysteria. Manusia akan selalu
takut akan kegelisahan kehilangan harta benda, takut akan tidak sanggup akan
sandang pangannya, takut akan kegelisahan akan rezeki dan ajal nya. Untuk itu
mereka membentengi diri mereka dengan asuransi terlepas bagaimana hukumnya
menurut syari`at islam yang nanti akan di jelaskan di makalah ini. Padahal
Allah telah menjamin rezeki semua makhluknya, Allah berfirman :
فَقُلْنَا
يَأدَمَ إِنَّ هَذَا عَدُوٌّلَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يَخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ
فَتَشْقَى ( 117 ) إِنَّ لَكَ أَلَّا تَجُوعَ
فِيْهَا وَلَا تَعْرَى (118) وَأَنَّكَ لَا
تَظْمَؤُا فِيْهَا وَلَا تَضْحَى (119 )
Maka Kami berkata: “Hai Adam,
sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka
sekali-sekali janganlah samapai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang
menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan didalamnya
dan tidak akan telanjang. Dan sesunguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan
tidak (pula) ditimpa panas matahari di dalamnya.(QS. Thaha 117-119)
Allah swt pun juga menjelaskan
bagaimana sebaiknya berlindung diri dari marabahaya ini dan lainya. Yaitu
dengan keimanan yang tulus kepada Allah swt.
Allah berfirman :
الَّذِيْنَ
امَنُوْا وَلَمْ يَلْبِسُوْا إِيْمَنُهُمْ بِظُلْمٍ أُولِئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ
وَهُمْ مُهْتدُوْنَ ( 82)
Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampur adukan iman mereka dengan kezaliman (syirik) mereka itulah
orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk.(QS. Al-an`am:82)
Ayat diatas menujukan bahwa
Allah telah memberikan perlindungan dan keamanan bagi setiap hambanya, jadi
manusia tidak perlu khawatir karna Allah tidak mungkin menelantarkan
makhluknya.
Adapun bagaimana hukum asuransi
menurut pandangan ulama islam adalah, para ulama membagi asuransi atas individu
dan asuransi atas benda. Kadang-kadang terdaapat terdapat asuransi yang lain
yang di sebut asuransi pertanggung jawaban, dan hal ini dengan sendirinya
merupakan masalah fiqh. Asuransi atas benda adalah seperti asuransi atas
kendaraan, asuransi atas barang-barang dagangan, asuransi kebakaran dan
sebagainya. Apabila jangka waktu asuransi ini tertentu maka tidak masalah.[7]
Demikian pula dalam sebagian asuransi atas individu, seperti auransi kesehatan
dengan terbatasnya jangka waktu adalah tidak masalah.[8]
Di kalangan ulama dan
cendekiawan muslim ada empat pendapat tentang hokum asuransi, yaitu :
1.
Pendapat
pertama: mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini,
termasuk asuransi jiwa.
2.
Pendapat
kedua: membolehkan semua asuransi dalam prakteknya sekarang ini
3.
Pendapat
ketiga: membolehkan asuransi yang bersifat social dan mengharamkan asuransi
yang semata-mata bersifat komersial
4.
Pendapat
keempat: menganggap subhat
Pendapat pertama didukung
antara lain oleh syid sabiq, Abdullah al-qalqili, Muhammad Yusuf al-Qardhawi,
dan Muhammad Bakhit al-muth`i.[9]
Akasan mereka adalah :
(1)
Asuransi
pada hakekatnya sama atau serupa dengan judi(2) Mengandung unsure tidak jelas
dan tidak pasti (3) Mengandung unsure riba/rente (4) Mengandung unsure
exsploitasi, karena pemegang polis kalau tidak bisa melanjutkan pembayaran
preminya, bisa hilang atau di kurangi uang premi yang telah dibayarkan.(5)
Premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang polis diputar dalam bentuk
riba (6) Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar
mata uang tidak dengan tunai (7) Hidup dan mati manusia dijadikan obyekbisnis,
yang artinya mendahului takdir tuhan yang maha kuasa.
Pendukung pendapat kedua antara lain Abdul
Wahab khallaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa, Abdurahman Isa.[10] Mereka memperbolehkan Asuransi termasuk
asuransi jiwa alasannya adalah :
(1)
Tidak
ada nash al-Qur`an dan hadis yang melarang asuransi (2) Ada kesepakatan atau
kerelaan kedua belah pihak (3) Saling menguntungkan kedua belah pihak. (4)
Mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul bisa
diinvestasikan untuk proyek-proyek produktif dan pembangunan (5) Asuransi
termasuk akad mudharabah, artinya akad kerja sama bagi hasil antara
pemegang polis dengan pihak perusahaan asuransi yang memutar modal atas dasar profit
and lost sharing (6) Asuransi termasuk koperasi (7) Diqiyaskan dengan
pension, seperti taspen.
Sedangkan pendukung pendapat ketiga,
antara lain ialah Muhammad Abu Zahrah. Alasan mereka membolehkan asuransi yang
bersifat social pada garis besarnya sama dengan alasan kedua, sedangkan alasan
yang mengharamkan bersifat komersial pada garis besarnya sama dengan alsan
pendapat pertama[11].
Adapun pendapat keempat yang
menganggap asuransi syubhat, krena tidak ada dalil-dalil syar`i yang
secara jelas menharamkan dan menghalalkan asuransi.
Dan dapat kita simpulkan bahwa
pendapat hukum asuransi adalah khilafah diantara para ulama[12],ada
yang pro dan kontra. Seyogyanya bagi masyarakat dituntut harus jelih memilih
dari pendapat diatas mana yang paling kuat argumen dalil-dalilnya
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Asuransi adalah jaminan atau
pertangungan yang diberikan oleh penanggung (biasanya oleh kantor asuransi)
kepada yang bertanggung resiko kerugian sebagai yang di tetapkan dalam surat
perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan dan sebagainya
atau pun kehilangan jiwa (kematian) atau kecelakaan lainnya, dengan yang
bertanggung membayar premi sebanyak yang telah ditentukan kepada penanggung
tiap - tiap bulan.
Macam-macam asuransi sangat beragam
sekali mulai dari asuransi beasiswa, asuransi dwiguna, asuransi niaga,
asuransi, asuransi jiwa, asuransi mara bahaya yang menimpa harta benda,
asuransi investasi.
Hukum asuransi dikalangan para ulam
adala khilafah, masih pro dan kontra masyrakat dituntut lebih pintar memilih
pendapat mana yang paling kuat argumen dalil-dalilnya.
DAFTAR PUSTAKA
M. Hasan, Ali, 2003 Masail fiqhiyah: Zakat pajak Asuransi dan
Lembaga Kuangan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
M. Suparman & Endang, 1993, Hukum Asuransi, Bandung:
Alumni
Fachruddin Fuad mohd, tt, Riba dalam Bank—Koperasi Persoalan dan
Asumsi, Bandung: al- Ma`arif
Aibak, kutbuddin, 2009, Kajan fiqh konteporer, Yogyakarta:
Teras
Syatah, Husain Husain,2006 Asuransi dalam Perspektif Syariah,
Jakarta: Amzah
[1] M.Ali
Hasan,masail
fiqhiyah: zakat pajak, Asuransi dan lembaga keuangan, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada,2003),h .95.
[2]
M.Suparman & Endang, Hukum Asuransi, (Bandung : Alumni, 1993), h.
[3] Fuad
Mohd Fachruddin, Riba Dalam Bank – Koperasi,
Persoalan dan asumsi ( Bandung : Al – Ma`rif, t.t),h. 198
[5]
Ibid
[7]
Kutbuddin Aibak, Op. cit., h.178
[9]
Kutbuddin Aibak, Op. cit., h.179
[10]
Menurut Masifuk Zuhdi (dalam Kutbuddin Aibak,2009,180)
[11]
Kutbuddin Aibak, Op. cit., h.181
[12]
Kutbuddin Aibak, Op. cit., h.182