Senin, 06 Juni 2016

Asurani dalam Kehidupan Bermasyrakat



BAB I
                                                PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
       Di jaman sekarang khususnya di Indonesia banyak sekali peusahaan yang menawar kan jasa asuransi, tentu hal ini sangat menarik minat masyarakat terlebih lagi banyak kebutuhan yang harus di penuhi seperti halnya pendidikan, kesehatan, bahkan samapai jiwa juga bisa di asuransikan semua itu akan bisa terpenuhi dengan hanya memiliki asuransi. Terlepas semua itu , masyarakat di Indonesia yang mayoritas agama islam sebagian besar belum mengetahui bagai mana hokum asuransi menurut islam sendiri.
        Dan terlepas dari itu manusia akan selalu khawatir apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang entah itu dalam kemunduran dalam segi ekonomi (Gulung tikar) dan siapa yang akan menjamin atau membiayai pendidikannya apabila terjadi dalam kemunduran ekonominya juga tidak tahu kapan ajal mereka akan datang untuk mengantisipasi hal tersebut asuransi yang paling tepat yang di butuh kan oleh manusia di jaman era globalisasi seperti ini, dengan begitu maka apa yang mereka khawatirkan akan terjamin oleh asuransi.
        Bagai mana cara mekanisme aturan asuransi tersebut, dan apa saja jenis-jenis asuransi dan paling terpenting, bagai mana hokum asusransi sendiri menurut islam yang akan di terangkan di dalam makalah ini.

2.      Rumusan Masalah
A.    Apa pengertian asuransi
B.     Apa saja jenis – jenis asuransi
C.     Bagaimana hukum asuransi menurut pandangan islam

3.      Tujuan Penulisan
A.    Untuk mengetahui pengertian asuransi
B.     Untuk memahami asuransi menurut pandangan islam
C.     Untuk mengetahui hokum asuransi menurut syari`at islam
         
   
     







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Asuransi
        Dalam Ensiklopedi Indonesia sebagaimana yang dikutip oleh oleh hasan, disebutkan bahwa asuransi adalah jaminan atau pertangungan yang diberikan oleh penanggung (biasanya oleh kantor asuransi) kepada yang bertanggung resiko kerugian sebagai yang di tetapkan dalam surat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan dan sebagainya atau pun kehilangan jiwa (kematian) atau kecelakaan lainnya, dengan yang bertanggung membayar premi sebanyak yang telah ditentukan kepada penanggung tiap -  tiap bulan.[1]
          Menurut pasal 246 kitab undang – undang Hukum Dagang (KUHD), bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu perjanjian yang dengan perjanjian tersebut penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugia, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya karena ada suatu peristiwa yang tidak tertentu[2]. Jadi pada hakikatnya asuransi adalah perjanjian perhutangan.[3]
            Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa asuransi memiliki tiga unsur, yaitu (1) Pihak tertanggung yang membayar uang premi kepada pihak penanggung, (2) pihak penanggung yang berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak yang tertanggung, dan (3) suatu peristiwa yang semula belum jelas akan terjadi.

B.     Jenis – jenis asuransi
1.      Asuransi Beasiswa
      Asuransi Beasiswa mempunyai dasar dwiguna. Pertama, jangka pertanggungan dapat 5-20 tahun, disesuaikan dengan usia dan rencana sekolah anak. Kedua, jika ayah (tertanggung) meninggal dunia sebelum habis kontrak, pertanggung menjadi bebas premi sampai habis kontrak polisnya. Tetapi jika anak yang ditunjuk meninggal, maka alternatifnya ialah mengganti dengan anak lainnya, mengubah kontrak kepada bentuk lainnya, menerima uangnya secara tunai, bila polisnya telah berjalan tiga tahun lebih, atau membatal perjanjian ( sebelum tiga tahun belum ada harga tunai). Pembayaran beasiswa dimulai, bila kontrak sudah habis.[4]
2.      Asuransi Dwiguna
        Asuransi dwiguna dapat diambil dalam jangka 10-15-25-30 tahun dan mempunyai dua guna :
a.       Perlindungan bagi keluarga, bilamana tertanggung meninggal dunia dalam jangka waktu pertanggungan.
b.      Tabungan bagi tertanggung, bilamana tertanggung tetap hidup pada akhir jangka pertanggungan[5]
3.      Asuransi Niaga
             Asuransi Niaga terkait erat dengan bahaya-bahaya atau resiko-resiko yang muncul akibat menjalankan aktivitas perdangan, terutamaangkutan barang dan sejenisnya dari satu tempat ke tempat lain, meliputi :
a.       Asuransi laut; jaminan atas barang, kapal, berikut awak kapal dan penumpang nya dari resiko tengelam, kebakaran, perampokan, dan kejadian-kejadian luar biasa pada transportasi via laut.
b.      Asuransi darat; jaminan atas barang dan orang (awak/ penumpang) dari segala resiko bahaya yang mungkin terjadi dalam proses pengangkutan dan transportasi dari suatu tempat ketempat lain melalui darat.
c.       Asuransi udara; jaminan atas barang dan orang dari segala resiko dan bahaya yang mungkin terjadi sewaktu proses pengangkutan dan transportasi dari satu tempat ke tempat lain melalui jalan udara.
4.      Asuransi Jiwa
              Asuransi ini berkaitan dengan marabahaya resiko yang dapat menimpa seseorang, seperti luka-luka akibat kecelakaan, sakit, meningal, atau pension. Dan diantara model asuransi jiwa yang paling penting adalah sebagai berikut.
a.       Asuransi hidup
b.      Asuransi kecelakaan
c.       Asuransi sosial
d.      Asuransi sakit
5.      Asuransi marabahaya yang menimpa harta benda
a.       Asuransi dari kebakaran, pencurian, dan pengrusakan/pemusnahan
b.      Jaminan asuransi dari tanggung jawab sipil, pekerjaan dan kecelakaan kerja.
c.       Jaminan asuransi dari kemacetan pembayaran
6.      Asuransi investasi
               Asuransi ini berlandaskan pada system pemberian sejumlah dana untuk investasi bersama oleh sejumlah orang atau perusahaan, kemudian sebagian modal dan labanya diberikan kepada pihak yang mengalami kerugian, sementara sisanya dikembalikan kepada mereka ketika telah mencapai jangaka tertentu.
Dengan demikian, ini menggabungkan system investasi dan asuransi.[6]



C.    Hukum Asuransi menurut pandangan islam
                  Kehidupan manusia selalu di kepung oleh rasa takut akan ancaman bahaya dan hysteria. Manusia akan selalu takut akan kegelisahan kehilangan harta benda, takut akan tidak sanggup akan sandang pangannya, takut akan kegelisahan akan rezeki dan ajal nya. Untuk itu mereka membentengi diri mereka dengan asuransi terlepas bagaimana hukumnya menurut syari`at islam yang nanti akan di jelaskan di makalah ini. Padahal Allah telah menjamin rezeki semua makhluknya, Allah berfirman :
فَقُلْنَا يَأدَمَ إِنَّ هَذَا عَدُوٌّلَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يَخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَى ( 117   ) إِنَّ لَكَ أَلَّا تَجُوعَ فِيْهَا وَلَا تَعْرَى (118)  وَأَنَّكَ لَا تَظْمَؤُا فِيْهَا وَلَا تَضْحَى (119 )
Maka Kami berkata: “Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-sekali janganlah samapai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan didalamnya dan tidak akan telanjang. Dan sesunguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) ditimpa panas matahari di dalamnya.(QS.  Thaha 117-119)
                Allah swt pun juga menjelaskan bagaimana sebaiknya berlindung diri dari marabahaya ini dan lainya. Yaitu dengan keimanan yang tulus kepada Allah swt.
Allah berfirman :
الَّذِيْنَ امَنُوْا وَلَمْ يَلْبِسُوْا إِيْمَنُهُمْ بِظُلْمٍ أُولِئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتدُوْنَ (  82)
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukan iman mereka dengan kezaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS. Al-an`am:82)
                Ayat diatas menujukan bahwa Allah telah memberikan perlindungan dan keamanan bagi setiap hambanya, jadi manusia tidak perlu khawatir karna Allah tidak mungkin menelantarkan makhluknya.
Adapun bagaimana hukum asuransi menurut pandangan ulama islam adalah, para ulama membagi asuransi atas individu dan asuransi atas benda. Kadang-kadang terdaapat terdapat asuransi yang lain yang di sebut asuransi pertanggung jawaban, dan hal ini dengan sendirinya merupakan masalah fiqh. Asuransi atas benda adalah seperti asuransi atas kendaraan, asuransi atas barang-barang dagangan, asuransi kebakaran dan sebagainya. Apabila jangka waktu asuransi ini tertentu maka tidak masalah.[7] Demikian pula dalam sebagian asuransi atas individu, seperti auransi kesehatan dengan terbatasnya jangka waktu adalah tidak masalah.[8]
                 Di kalangan ulama dan cendekiawan muslim ada empat pendapat tentang hokum asuransi, yaitu :
1.      Pendapat pertama: mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini, termasuk asuransi jiwa.
2.      Pendapat kedua: membolehkan semua asuransi dalam prakteknya sekarang ini
3.      Pendapat ketiga: membolehkan asuransi yang bersifat social dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial
4.      Pendapat keempat: menganggap subhat
           Pendapat pertama didukung antara lain oleh syid sabiq, Abdullah al-qalqili, Muhammad Yusuf al-Qardhawi, dan Muhammad Bakhit al-muth`i.[9]
Akasan mereka adalah :
(1)   Asuransi pada hakekatnya sama atau serupa dengan judi(2) Mengandung unsure tidak jelas dan tidak pasti (3) Mengandung unsure riba/rente (4) Mengandung unsure exsploitasi, karena pemegang polis kalau tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, bisa hilang atau di kurangi uang premi yang telah dibayarkan.(5) Premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang polis diputar dalam bentuk riba (6) Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar mata uang tidak dengan tunai (7) Hidup dan mati manusia dijadikan obyekbisnis, yang artinya mendahului takdir tuhan yang maha kuasa.
         Pendukung pendapat kedua antara lain Abdul Wahab khallaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa, Abdurahman Isa.[10]  Mereka memperbolehkan Asuransi termasuk asuransi jiwa alasannya adalah :
(1)   Tidak ada nash al-Qur`an dan hadis yang melarang asuransi (2) Ada kesepakatan atau kerelaan kedua belah pihak (3) Saling menguntungkan kedua belah pihak. (4) Mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul bisa diinvestasikan untuk proyek-proyek produktif dan pembangunan (5) Asuransi termasuk akad mudharabah, artinya akad kerja sama bagi hasil antara pemegang polis dengan pihak perusahaan asuransi yang memutar modal atas dasar profit and lost sharing (6) Asuransi termasuk koperasi (7) Diqiyaskan dengan pension, seperti taspen.
        Sedangkan pendukung pendapat ketiga, antara lain ialah Muhammad Abu Zahrah. Alasan mereka membolehkan asuransi yang bersifat social pada garis besarnya sama dengan alasan kedua, sedangkan alasan yang mengharamkan bersifat komersial pada garis besarnya sama dengan alsan pendapat pertama[11].
          Adapun pendapat keempat yang menganggap asuransi syubhat, krena tidak ada dalil-dalil syar`i yang secara jelas menharamkan dan menghalalkan asuransi.

             Dan dapat kita simpulkan bahwa pendapat hukum asuransi adalah khilafah diantara para ulama[12],ada yang pro dan kontra. Seyogyanya bagi masyarakat dituntut harus jelih memilih dari pendapat diatas mana yang paling kuat argumen dalil-dalilnya


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
           Asuransi adalah jaminan atau pertangungan yang diberikan oleh penanggung (biasanya oleh kantor asuransi) kepada yang bertanggung resiko kerugian sebagai yang di tetapkan dalam surat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan dan sebagainya atau pun kehilangan jiwa (kematian) atau kecelakaan lainnya, dengan yang bertanggung membayar premi sebanyak yang telah ditentukan kepada penanggung tiap -  tiap bulan.

            Macam-macam asuransi sangat beragam sekali mulai dari asuransi beasiswa, asuransi dwiguna, asuransi niaga, asuransi, asuransi jiwa, asuransi mara bahaya yang menimpa harta benda, asuransi investasi.

             Hukum asuransi dikalangan para ulam adala khilafah, masih pro dan kontra masyrakat dituntut lebih pintar memilih pendapat mana yang paling kuat argumen dalil-dalilnya.

            














DAFTAR PUSTAKA


M. Hasan, Ali, 2003 Masail fiqhiyah: Zakat pajak Asuransi dan Lembaga Kuangan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
M. Suparman & Endang, 1993, Hukum Asuransi, Bandung: Alumni
Fachruddin Fuad mohd, tt, Riba dalam Bank—Koperasi Persoalan dan Asumsi, Bandung: al- Ma`arif
Aibak, kutbuddin, 2009, Kajan fiqh konteporer, Yogyakarta: Teras
Syatah, Husain Husain,2006 Asuransi dalam Perspektif Syariah, Jakarta: Amzah

































[1] M.Ali Hasan,masail fiqhiyah: zakat pajak, Asuransi dan lembaga keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo      Persada,2003),h .95.
[2] M.Suparman & Endang, Hukum Asuransi, (Bandung : Alumni, 1993), h.
[3] Fuad Mohd Fachruddin, Riba Dalam Bank – Koperasi,  Persoalan dan asumsi ( Bandung : Al – Ma`rif, t.t),h. 198
[4] Kutbuddin aibak, kajian Fiqih Konteporer (Yogyakarta:Teras, 2009),h.176
[5] Ibid
[6] Husain Husain syahatah, Asuransi dalam Perspektif  Syariah ( Jakarta: Amzah, 2013), h.6
[7] Kutbuddin Aibak, Op. cit., h.178
[8]  Menurut Murtadha Muthahhari, Pandangan islam, h.298 (dalam kutbuddin ;2009,185)
[9] Kutbuddin Aibak, Op. cit., h.179
[10] Menurut Masifuk Zuhdi (dalam Kutbuddin Aibak,2009,180)
[11] Kutbuddin Aibak, Op. cit., h.181
[12] Kutbuddin Aibak, Op. cit., h.182


BAB I
                                                PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
       Di jaman sekarang khususnya di Indonesia banyak sekali peusahaan yang menawar kan jasa asuransi, tentu hal ini sangat menarik minat masyarakat terlebih lagi banyak kebutuhan yang harus di penuhi seperti halnya pendidikan, kesehatan, bahkan samapai jiwa juga bisa di asuransikan semua itu akan bisa terpenuhi dengan hanya memiliki asuransi. Terlepas semua itu , masyarakat di Indonesia yang mayoritas agama islam sebagian besar belum mengetahui bagai mana hokum asuransi menurut islam sendiri.
        Dan terlepas dari itu manusia akan selalu khawatir apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang entah itu dalam kemunduran dalam segi ekonomi (Gulung tikar) dan siapa yang akan menjamin atau membiayai pendidikannya apabila terjadi dalam kemunduran ekonominya juga tidak tahu kapan ajal mereka akan datang untuk mengantisipasi hal tersebut asuransi yang paling tepat yang di butuh kan oleh manusia di jaman era globalisasi seperti ini, dengan begitu maka apa yang mereka khawatirkan akan terjamin oleh asuransi.
        Bagai mana cara mekanisme aturan asuransi tersebut, dan apa saja jenis-jenis asuransi dan paling terpenting, bagai mana hokum asusransi sendiri menurut islam yang akan di terangkan di dalam makalah ini.

2.      Rumusan Masalah
A.    Apa pengertian asuransi
B.     Apa saja jenis – jenis asuransi
C.     Bagaimana hukum asuransi menurut pandangan islam

3.      Tujuan Penulisan
A.    Untuk mengetahui pengertian asuransi
B.     Untuk memahami asuransi menurut pandangan islam
C.     Untuk mengetahui hokum asuransi menurut syari`at islam
         
   
     







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Asuransi
        Dalam Ensiklopedi Indonesia sebagaimana yang dikutip oleh oleh hasan, disebutkan bahwa asuransi adalah jaminan atau pertangungan yang diberikan oleh penanggung (biasanya oleh kantor asuransi) kepada yang bertanggung resiko kerugian sebagai yang di tetapkan dalam surat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan dan sebagainya atau pun kehilangan jiwa (kematian) atau kecelakaan lainnya, dengan yang bertanggung membayar premi sebanyak yang telah ditentukan kepada penanggung tiap -  tiap bulan.[1]
          Menurut pasal 246 kitab undang – undang Hukum Dagang (KUHD), bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu perjanjian yang dengan perjanjian tersebut penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugia, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya karena ada suatu peristiwa yang tidak tertentu[2]. Jadi pada hakikatnya asuransi adalah perjanjian perhutangan.[3]
            Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa asuransi memiliki tiga unsur, yaitu (1) Pihak tertanggung yang membayar uang premi kepada pihak penanggung, (2) pihak penanggung yang berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak yang tertanggung, dan (3) suatu peristiwa yang semula belum jelas akan terjadi.

B.     Jenis – jenis asuransi
1.      Asuransi Beasiswa
      Asuransi Beasiswa mempunyai dasar dwiguna. Pertama, jangka pertanggungan dapat 5-20 tahun, disesuaikan dengan usia dan rencana sekolah anak. Kedua, jika ayah (tertanggung) meninggal dunia sebelum habis kontrak, pertanggung menjadi bebas premi sampai habis kontrak polisnya. Tetapi jika anak yang ditunjuk meninggal, maka alternatifnya ialah mengganti dengan anak lainnya, mengubah kontrak kepada bentuk lainnya, menerima uangnya secara tunai, bila polisnya telah berjalan tiga tahun lebih, atau membatal perjanjian ( sebelum tiga tahun belum ada harga tunai). Pembayaran beasiswa dimulai, bila kontrak sudah habis.[4]
2.      Asuransi Dwiguna
        Asuransi dwiguna dapat diambil dalam jangka 10-15-25-30 tahun dan mempunyai dua guna :
a.       Perlindungan bagi keluarga, bilamana tertanggung meninggal dunia dalam jangka waktu pertanggungan.
b.      Tabungan bagi tertanggung, bilamana tertanggung tetap hidup pada akhir jangka pertanggungan[5]
3.      Asuransi Niaga
             Asuransi Niaga terkait erat dengan bahaya-bahaya atau resiko-resiko yang muncul akibat menjalankan aktivitas perdangan, terutamaangkutan barang dan sejenisnya dari satu tempat ke tempat lain, meliputi :
a.       Asuransi laut; jaminan atas barang, kapal, berikut awak kapal dan penumpang nya dari resiko tengelam, kebakaran, perampokan, dan kejadian-kejadian luar biasa pada transportasi via laut.
b.      Asuransi darat; jaminan atas barang dan orang (awak/ penumpang) dari segala resiko bahaya yang mungkin terjadi dalam proses pengangkutan dan transportasi dari suatu tempat ketempat lain melalui darat.
c.       Asuransi udara; jaminan atas barang dan orang dari segala resiko dan bahaya yang mungkin terjadi sewaktu proses pengangkutan dan transportasi dari satu tempat ke tempat lain melalui jalan udara.
4.      Asuransi Jiwa
              Asuransi ini berkaitan dengan marabahaya resiko yang dapat menimpa seseorang, seperti luka-luka akibat kecelakaan, sakit, meningal, atau pension. Dan diantara model asuransi jiwa yang paling penting adalah sebagai berikut.
a.       Asuransi hidup
b.      Asuransi kecelakaan
c.       Asuransi sosial
d.      Asuransi sakit
5.      Asuransi marabahaya yang menimpa harta benda
a.       Asuransi dari kebakaran, pencurian, dan pengrusakan/pemusnahan
b.      Jaminan asuransi dari tanggung jawab sipil, pekerjaan dan kecelakaan kerja.
c.       Jaminan asuransi dari kemacetan pembayaran
6.      Asuransi investasi
               Asuransi ini berlandaskan pada system pemberian sejumlah dana untuk investasi bersama oleh sejumlah orang atau perusahaan, kemudian sebagian modal dan labanya diberikan kepada pihak yang mengalami kerugian, sementara sisanya dikembalikan kepada mereka ketika telah mencapai jangaka tertentu.
Dengan demikian, ini menggabungkan system investasi dan asuransi.[6]



C.    Hukum Asuransi menurut pandangan islam
                  Kehidupan manusia selalu di kepung oleh rasa takut akan ancaman bahaya dan hysteria. Manusia akan selalu takut akan kegelisahan kehilangan harta benda, takut akan tidak sanggup akan sandang pangannya, takut akan kegelisahan akan rezeki dan ajal nya. Untuk itu mereka membentengi diri mereka dengan asuransi terlepas bagaimana hukumnya menurut syari`at islam yang nanti akan di jelaskan di makalah ini. Padahal Allah telah menjamin rezeki semua makhluknya, Allah berfirman :
فَقُلْنَا يَأدَمَ إِنَّ هَذَا عَدُوٌّلَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يَخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَى ( 117   ) إِنَّ لَكَ أَلَّا تَجُوعَ فِيْهَا وَلَا تَعْرَى (118)  وَأَنَّكَ لَا تَظْمَؤُا فِيْهَا وَلَا تَضْحَى (119 )
Maka Kami berkata: “Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-sekali janganlah samapai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan didalamnya dan tidak akan telanjang. Dan sesunguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) ditimpa panas matahari di dalamnya.(QS.  Thaha 117-119)
                Allah swt pun juga menjelaskan bagaimana sebaiknya berlindung diri dari marabahaya ini dan lainya. Yaitu dengan keimanan yang tulus kepada Allah swt.
Allah berfirman :
الَّذِيْنَ امَنُوْا وَلَمْ يَلْبِسُوْا إِيْمَنُهُمْ بِظُلْمٍ أُولِئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتدُوْنَ (  82)
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukan iman mereka dengan kezaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS. Al-an`am:82)
                Ayat diatas menujukan bahwa Allah telah memberikan perlindungan dan keamanan bagi setiap hambanya, jadi manusia tidak perlu khawatir karna Allah tidak mungkin menelantarkan makhluknya.
Adapun bagaimana hukum asuransi menurut pandangan ulama islam adalah, para ulama membagi asuransi atas individu dan asuransi atas benda. Kadang-kadang terdaapat terdapat asuransi yang lain yang di sebut asuransi pertanggung jawaban, dan hal ini dengan sendirinya merupakan masalah fiqh. Asuransi atas benda adalah seperti asuransi atas kendaraan, asuransi atas barang-barang dagangan, asuransi kebakaran dan sebagainya. Apabila jangka waktu asuransi ini tertentu maka tidak masalah.[7] Demikian pula dalam sebagian asuransi atas individu, seperti auransi kesehatan dengan terbatasnya jangka waktu adalah tidak masalah.[8]
                 Di kalangan ulama dan cendekiawan muslim ada empat pendapat tentang hokum asuransi, yaitu :
1.      Pendapat pertama: mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini, termasuk asuransi jiwa.
2.      Pendapat kedua: membolehkan semua asuransi dalam prakteknya sekarang ini
3.      Pendapat ketiga: membolehkan asuransi yang bersifat social dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial
4.      Pendapat keempat: menganggap subhat
           Pendapat pertama didukung antara lain oleh syid sabiq, Abdullah al-qalqili, Muhammad Yusuf al-Qardhawi, dan Muhammad Bakhit al-muth`i.[9]
Akasan mereka adalah :
(1)   Asuransi pada hakekatnya sama atau serupa dengan judi(2) Mengandung unsure tidak jelas dan tidak pasti (3) Mengandung unsure riba/rente (4) Mengandung unsure exsploitasi, karena pemegang polis kalau tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, bisa hilang atau di kurangi uang premi yang telah dibayarkan.(5) Premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang polis diputar dalam bentuk riba (6) Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar mata uang tidak dengan tunai (7) Hidup dan mati manusia dijadikan obyekbisnis, yang artinya mendahului takdir tuhan yang maha kuasa.
         Pendukung pendapat kedua antara lain Abdul Wahab khallaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa, Abdurahman Isa.[10]  Mereka memperbolehkan Asuransi termasuk asuransi jiwa alasannya adalah :
(1)   Tidak ada nash al-Qur`an dan hadis yang melarang asuransi (2) Ada kesepakatan atau kerelaan kedua belah pihak (3) Saling menguntungkan kedua belah pihak. (4) Mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul bisa diinvestasikan untuk proyek-proyek produktif dan pembangunan (5) Asuransi termasuk akad mudharabah, artinya akad kerja sama bagi hasil antara pemegang polis dengan pihak perusahaan asuransi yang memutar modal atas dasar profit and lost sharing (6) Asuransi termasuk koperasi (7) Diqiyaskan dengan pension, seperti taspen.
        Sedangkan pendukung pendapat ketiga, antara lain ialah Muhammad Abu Zahrah. Alasan mereka membolehkan asuransi yang bersifat social pada garis besarnya sama dengan alasan kedua, sedangkan alasan yang mengharamkan bersifat komersial pada garis besarnya sama dengan alsan pendapat pertama[11].
          Adapun pendapat keempat yang menganggap asuransi syubhat, krena tidak ada dalil-dalil syar`i yang secara jelas menharamkan dan menghalalkan asuransi.

             Dan dapat kita simpulkan bahwa pendapat hukum asuransi adalah khilafah diantara para ulama[12],ada yang pro dan kontra. Seyogyanya bagi masyarakat dituntut harus jelih memilih dari pendapat diatas mana yang paling kuat argumen dalil-dalilnya


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
           Asuransi adalah jaminan atau pertangungan yang diberikan oleh penanggung (biasanya oleh kantor asuransi) kepada yang bertanggung resiko kerugian sebagai yang di tetapkan dalam surat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan dan sebagainya atau pun kehilangan jiwa (kematian) atau kecelakaan lainnya, dengan yang bertanggung membayar premi sebanyak yang telah ditentukan kepada penanggung tiap -  tiap bulan.

            Macam-macam asuransi sangat beragam sekali mulai dari asuransi beasiswa, asuransi dwiguna, asuransi niaga, asuransi, asuransi jiwa, asuransi mara bahaya yang menimpa harta benda, asuransi investasi.

             Hukum asuransi dikalangan para ulam adala khilafah, masih pro dan kontra masyrakat dituntut lebih pintar memilih pendapat mana yang paling kuat argumen dalil-dalilnya.

            














DAFTAR PUSTAKA


M. Hasan, Ali, 2003 Masail fiqhiyah: Zakat pajak Asuransi dan Lembaga Kuangan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
M. Suparman & Endang, 1993, Hukum Asuransi, Bandung: Alumni
Fachruddin Fuad mohd, tt, Riba dalam Bank—Koperasi Persoalan dan Asumsi, Bandung: al- Ma`arif
Aibak, kutbuddin, 2009, Kajan fiqh konteporer, Yogyakarta: Teras
Syatah, Husain Husain,2006 Asuransi dalam Perspektif Syariah, Jakarta: Amzah

































[1] M.Ali Hasan,masail fiqhiyah: zakat pajak, Asuransi dan lembaga keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo      Persada,2003),h .95.
[2] M.Suparman & Endang, Hukum Asuransi, (Bandung : Alumni, 1993), h.
[3] Fuad Mohd Fachruddin, Riba Dalam Bank – Koperasi,  Persoalan dan asumsi ( Bandung : Al – Ma`rif, t.t),h. 198
[4] Kutbuddin aibak, kajian Fiqih Konteporer (Yogyakarta:Teras, 2009),h.176
[5] Ibid
[6] Husain Husain syahatah, Asuransi dalam Perspektif  Syariah ( Jakarta: Amzah, 2013), h.6
[7] Kutbuddin Aibak, Op. cit., h.178
[8]  Menurut Murtadha Muthahhari, Pandangan islam, h.298 (dalam kutbuddin ;2009,185)
[9] Kutbuddin Aibak, Op. cit., h.179
[10] Menurut Masifuk Zuhdi (dalam Kutbuddin Aibak,2009,180)
[11] Kutbuddin Aibak, Op. cit., h.181
[12] Kutbuddin Aibak, Op. cit., h.182